Lifestyle

Sejarah Sedekah Bumi yang Banyak Dilakukan Masyarakat Desa

Rembangnews.com – Sedekah bumi merupakan tradisi masyarakat yang sudah ada sejak dulu dan dilakukan secara turun temurun.

Acara ini umumnya dilakukan di tempat-tempat yang memiliki kesakralan di desa seperti punden, pendopo, balai desa, lapangan, dan lainnya.

Sedekah bumi umumnya menyajikan sesajen yang terdiri dari bubur sura, yaitu bubur yang dibuat dari biji-bijian, serta berbagai hasil bumi lainnya. Terkadang juga ada penyembelihan hewan.

Dilansir dari The Asian Parent, sedekah bumi ada karena diawali oleh penyebaran agama Islam dari Sunan Kalijaga. Saat itu Sunan Kalijaga menggunakan media wayang kulit dalam dakwahnya. Ia mengemas nilai-nilai dan pesan agama Islam melalui pergelaran wayang kulit tersebut dengan tujuan agar masyarakat mudah mengerti.

Salah satu tokoh wayang yang digambarkan memiliki makna Islam adalah Werkudara yang disebut melambangkan salat.

Werkudara juga digambarkan tidak bisa jongkok, sebagaimana salat yang tidak memiliki gerakan jongkok.

Dalam tradisi sedekah bumi sendiri juga terdapat nilai-nilai Islam yang diselipkan. Misalkan dibacakannya doa dan tahlil sebelum acara dimulai.

Hal ini dimaksudkan untuk mengingatkan manusia agar senantiasa mengingat Allah SWT sebelum melakukan aktivitas apapun. Tradisi sedekah bumi sendiri merupakan bentuk rasa syukur kepada Allah SWT.

Pada umumnya, tradisi sedekah bumi terdiri dari nyekar, kenduri, tayuban. Dalam Islam, sedekah bumi sendiri sebenarnya diperbolehkan asalkan di dalamnya tidak mengandung hal-hal yang dilarang agama.

Namun apabila terdapat kegiatan yang negatif dan cenderung mengarah pada maksiat, maka tradisi ini menjadi haram.

Hal ini didasarkan pada kitab berikut ini.

“Isi kegiatan maulid hendaknya terbatas pada apa yang menunjukkan rasa syukur, seperti sedekah, membaca Al-Qur’an, puji-pujian maulid, dan lain-lain. Sedangkan kegiatan di belakangnya, seperti musik dan lainnya, jika dikatakan hal itu termasuk hal mubah yang hanya mengekspresikan kegiatan pada hari itu, maka diperbolehkan. Sedangkan hal haram, makruh, atau khilaf al-aula wajib dihindari.” (Hasyiyah al-Syarwani, Juz 7: 490).

“Hal yang benar tidak bisa ditinggalkan karena hal batil. Jika hal batil bisa dihilangkan, maka wajib dilakukan. Jita tidak, maka seseorang diberi pahala atas kebenciannya pada hal tersebut dalam hati,” (Syarhu Ratib al-Hadad: 106).

Kedua hal di atas memang tidak menyebutkan secara khusus sedekah bumi, namun hal tersebut bisa diterapkan dengan konteks sedekah bumi. (*)

Redaktur

Recent Posts

Wagub Jateng Kunjungi Rumah Guru Madin di Demak yang Viral

Rembangnews.com – Wakil Gubernur Jawa Tengah, Taj Yasin melakukan kunjungan ke rumah guru madin di…

19 jam ago

Suhu di Dieng Minus 2 Derajat, Muncul Embun Upas

Rembangnews.com – Suhu di Dataran Tinggi Dieng, Banjarnegara, Jawa Tengah mencapai minus 2 derajat Celcius…

19 jam ago

Pemkab Rembang Upayakan Predikat UHC BPJS Kesehatan

Rembang, Rembangnews.com – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Rembang mengupayakan predikat Universal Health Coverage (UHC) Prioritas dari…

2 hari ago

Perbaikan Jalan di Barat dan Selatan Pasar Kota Rembang Selesai Sehari

Rembang, Rembangnews.com – Perbaikan jalan di barat dan selatan Pasar Kota Rembang yang berlokasi di…

2 hari ago

Ada Indikasi Pencemaran Lingkungan di Banyudono Rembang Akibat Limbah Pabrik

Rembang, Rembangnews.com – Ada indikasi pencemaran lingkungan di Desa Banyudono, Kecamatan Kaliori, Kabupaten Rembang akibat…

2 hari ago

Dikira Hendak ke Kamar Mandi, Wanita di Cilegon Ternyata Ceburkan Diri ke Sumur

Rembangnews.com – Seorang wanita di Kebonsari, Cilegon nekat menceburkan diri ke sumur pada Kamis (17/7/2025)…

3 hari ago

This website uses cookies.