Hujan Lebat Sebabkan Longsor, Bantul Tanggap Darurat Bencana

Rembangnews.com – Hujan lebat dengan intensitas tinggi yang terjadi pada Jumat (21/11) lalu, mengakibatkan kerusakan pada sejumlah fasilitas umum di beberapa wilayah Kabupaten Bantul. Kerusakan paling parah terjadi pada ruas jalan utama yang menghubungkan Pedukuhan Wunut dan Pedukuhan Sompok, Kalurahan Sriharjo, Kapanewon Imogiri.

Ruas jalan utama tersebut ambles akibat tanah longsor yang menyebabkan akses jalan menjadi terputus dan membuat warga Pedukuhan Wunut terlindungi. Merespons bencana hidrometeorologi tersebut, berdasarkan rapat darurat yang dilakukan pada Jumat (21/11) malam bersama pemerintah dan jajaran terkait setempat, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bantul pun menetapkan status tanggap darurat bencana banjir, tanah longsor, dan angin kencang melalui Keputusan Bupati Bantul Nomor 723 Tahun 2025.

“Status Bantul dalam kondisi tanggap darurat ini berlaku mulai tanggal 21 November sampai 5 Desember 2025. Selama 14 hari ini kami nyatakan sebagai masa tanggap darurat, di mana penyelamatan nyawa dan warga ini memprioritaskan utama. Kita belum berpikir kapan melakukan rekonstruksi terhadap sarana infrastruktur yang rusak,” ungkap Bupati Bantul, Abdul Halim Muslih kepada rekan media, di Bantul.

Baca Juga :   Wanita di Solok Sumatera Barat Hilang Saat Berbelanja di Pasar

Halim mengungkapkan, berdasarkan laporan BPBD, tercatat sebanyak 150 orang di Pedukuhan Sompok dan 300 orang di Pedukuhan Kedungmiri yang terdampak dan menjadi fokus penyelamatan, baik nyawa maupun harta benda. Dalam tanggap darurat ini, ia pun telah membangun dua posko, di Sompok, Sriharjo dan di Kedungjati, Selopamioro, guna memastikan kebutuhan logistik masyarakat terdampak terpenuhi.

“Dalam tanggap darurat ini fokus utamanya adalah keselamatan nyawa, keselamatan jiwa. Maka kita membuat posko logistik, tidak boleh ada yang kelaparan, kurang makan atau tidak bisa memenuhi aktivitas hidup minimal sehari-hari, selimut dan lain sebagainya karena terputusnya akses itu. Itu yang pemerintah harus menjamin,” jelas Halim.

Selain membangun posko, pihak Halim dan daerah setempat juga tengah mendirikan tempat evakuasi jika keadaan memburuk. Halim menyebut, hal ini dilakukan mengingat berdasarkan BMKG, puncak musim hujan tahun ini diperkirakan sampai bulan Desember di wilayah Indonesia bagian barat, dan hingga bulan Februari 2026 di wilayah Indonesia bagian selatan.

Baca Juga :   PDIP Ungkap Awal Retaknya Hubungan Mega-SBY Soal Kepentingan Amerika Serikat

“Yogyakarta ini (letaknya masuk) wilayah barat sekaligus wilayah selatan, sehingga kalau kita menggunakan patokan Indonesia bagian barat, maka puncak musim hujan ini di bulan Desember, kalau kita menggunakan wilayah Indonesia bagian selatan, di mana Yogyakarta ini juga bagian dari Indonesia wilayah selatan, maka kemungkinan puncaknya sampai dengan bulan Februari. Untuk itu, kondisi tanggap darurat ini kami rencanakan selama 14 hari. Jika itu dirasa tidak cukup, maka akan kami perpanjang,” papar Halim.

Menurut Halim, perencanaan terkait rekonstruksi terhadap jalan yang amblas akan dilakukan setelah masa tanggap darurat dinyatakan selesai. Rekonstruksi ini pun akan memakan waktu lebih lama dan lebih rumit karena di wilayah Wunut, Sompok, dan sekitarnya, berdasarkan kajian teknis sipil dan geologi UGM, terdapat sifat/karakter tanah yang khas.

“Pada 2 atau 3 tahun yang lalu ketika terjadi bencana di titik yang sama, kajian dan rekomendasinya telah menunjukkan harus dilakukan suatu penanganan khusus, tidak cukup hanya dengan talut Kali Oyo,” sebut Halim.

Baca Juga :   Indonesia Berada di Peringkat Tiga Sebagai Negara dengan Platform Edukasi Digital Terbesar

Halim menjelaskan, talut Kali Oyo atau konstruksi sipil sepanjang 20 meter terbukti belum cukup karena rekonstruksi yang dilakukan tidak hanya harus melindungi daratan dari abrasi Sungai Oyo, tetapi juga dari aliran air tanah dan bawah tanah di sekitar yang mengalir ke arah sungai. “Maka bisa kita pahami kenapa kalau itu ambrol terus bukan dari arah sungai, tapi justru dari arah daratan melalui saluran air bawah tanah. Untuk itu, dinyatakan bahwa kawasan tersebut memiliki kekhasan sifat karakter tanah yang perlu penanganan khusus,” sebut Halim.

Meski demikian, pihak Halim mengaku belum bisa menentukan metode khusus yang akan diterapkan untuk menangani jalan yang amblas tersebut. Pihaknya harus berkonsultasi terlebih dahulu kepada para pakar dan ahli, seperti ahli konstruksi, geologi, hidrologi, dan lain sebagainya.

“Agar konstruksi yang kelak akan kita pastikan itu benar-benar tepat, karena jika salah, kita akan menghadapi masalah yang sama untuk kesekian itu,” tutur Halim. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *