Mengenang Sejarah Perjuangan Soekarno

Surabaya, Rembangnews.com – Bapak Proklamator Republik Indonesia, Ir. Soekarno lahir 6 Juni 1901 di Kota Surabaya. Hari kelahiran putra sang fajar itu sejak era reformasi kerap diperingati dengan berbagai cara, bahkan Juni kemudian ditetapkan sebagai Bulan Bung Karno.

Biografi Soekarno

Soekarno lahir dari pasangan Raden Soekemi Sosrodihardjo dari Probolinggo, Jawa Timur dan sang ibu, Ida Ayu Nyoman Rai Srimben berasal dari Singaraja, Bali.

Soekarno sempat belajar di sekolah dasar milik Belanda hingga kelas lima. Kemudian melanjutkan pendidikan ke Europeesche Lagere School (ELS), sekolah Eropa berbahasa Belanda di Surabaya.

Pada 1915. Soekarno masuk Hoogere Burger School dan berhasil menyelesaikan HBS dalam 5 tahun saja. Semasa di HBS, ia tinggal dengan gurunya, HOS Tjokroaminoto yang juga Ketua Sarekat Islam.

Bergurunya Soekarno ke Tjokroaminoto menjadi gerbang perkenalan dirinya dengan politik. Ia pun kenal dengan sejumlah tokoh senior pergerakan.

Tak hanya mulai mengenal politik, Soekarno juga terbiasa menulis. Pada 21 Januari 1921, artikel pertamanya terbit di halaman koran Oetoesan Hindia milik Sarekat Islam, setelahnya ia pun rutin menulis menggantikan Tjokroaminoto.

Baca Juga :   MUI Purworejo Haramkan Mesin Capit Boneka

Di tahun yang sama, Soekarno melanjutkan pendidikan di sekolah tinggi teknik (TechnischeHooge School)-Institut Teknologi Bandung dengan jurusan Teknik Sipil. Dia lulus dengan gelar insinyur pada 25 Mei 1926.

Meski lulus sebagai insinyur, Soekarno memiliki minat yang cukup tinggi terhadap arsitektur. Salah satu karya arsitekturnya yang terkenal yakni Hotel Priangan, Bandung.

Berjuang untuk Kemerdekaan

Gerak politik Soekarno berlanjut dengan mendirikan Perserikatan Nasional Indonesia (PNI) di Bandung pada 4 Juni 1927. PNI bertujuan mengusahakan kemerdekaan Indonesia, dengan slogan merdeka sekarang juga.

Pada kongres PNI 1928, gerakan itu kemudian berubah haluan menjadi partai yang dinamai Partai Nasional Indonesia. Pada Desember 1928, Soekarno dan tokoh PNI lainnya kemudian ditangkap oleh Belanda karena dianggap merencanakan pemberontakan.

Penangkapan terhadap Soekarno tak hanya terjadi satu kali. Pada 1 Agustus 1933, dia ditangkap lagi dengan tuduhan melakukan kegiatan menyebarkan pikirannya yang revolusioner dan menantang Belanda. Soekarno pun dibuang ke Ende, Flores pada 1934 dan dipindahkan ke Bengkulu pada 1937.

Baca Juga :   Pernikahan Beda Agama Diizinkan di Toraja

Meski kerap ditangkap oleh pemerintah Belanda, nyali Soekarno tak kunjung surut.

Pada 16 Agustus 1945, Soekarno dan Mohammad Hatta dibujuk oleh para pemuda di Rengasdengklok untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Namun Soekarno memilih tanggal 17 Agustus 1945 karena bertepatan dengan bulan Ramadhan.

Proklamasi Kemerdekaan pun dilakukan pada 17 Agustus 1945. Kemudian pada 18 Agustus 1945, Soekarno dan Mohammad Hatta diangkat oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) menjadi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Soekarno menjadi Presiden pertama Republik Indonesia, sementara Hatta menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia.

Saksi Bisu yang Ditinggalkan Soekarno

Soekarno meninggal dunia pada 21 Juni 1970 dan kemudian dimakamkan di Blitar, Jawa Timur.

Saksi bisu yang kini terus dilestarikan adalah rumah kelahiran Soekarno. Diketahui sejak lahir hingga bangku SMP, dia tinggal di sebuah rumah kampung padat penduduk di daerah Pandean IV, Kelurahan Peneleh, Kecamatan Genteng, Kota Surabaya.

Baca Juga :   Harga Pertamax Turun Mulai Siang Ini

Sejak Agustus 2020 lalu, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya membeli rumah Soekarno dan menjadikannya cagar budaya. Pemkot Surabaya membeli rumah seharga Rp 1,5 miliar.

Walaupun sudah menjadi cagar budaya, rumah kelahiran Bung Karno tersebut sering ditutup dan jarang warga yang bisa masuk. Hal itu disampaikan oleh wakil pendiri komunitas Kampung Soekarno (Kampoes), Reza ‘Gundul’.

“Sejak Agustus dibeli Pemkot Surabaya memang tertutup. Hari ini dibuka, karena ada persiapan buat acara besok peringatan hari lahir, kebetulan Pak Wali Kota rawuh (datang),” jelasnya.

“Sebelum dibeli pemkot, yang punya itu tangan ke-4, atau sudah dijual sebanyak 4 kali. Dulu sebelum dibeli pemkot, warga masih bisa keluar masuk untuk melihat atau bahkan masyarakat luar bisa datang untuk masuk,” lanjutnya. (*)

 

 

Artikel ini telah tayang di detik.com dengan judul “6 Juni, Mengenang Kelahiran Sang Proklamator.”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *