Rembang, Rembangnews.com – Kenaikan harga Liquified Petroleum Gas (LPG) non-subsidi rumah tangga terjadi di tingkat agen.
Menanggapai hal tersebut, Kepala Dinas Perdagangan Koperasi dan UKM (Dindagkop-UKM), M. Mahfudz mengatakan bahwasannya kenaikan harga elpiji non-subsidi bukan wewenang dari Dindagkop-UKM.
Mahfudz mengungkapkan, kenaikan harga elpiji non-subsidi merupakan kewenangan dari pemerintah pusat, sekaligus bukan tugas Dindagkop-UKM untuk melaksanakan pengawasan.
“Kenaikan harga elpiji non-subsidi itu kewenangan pemerintah pusat yang sudah disampaikan kepada agen-agen berbagai daerah atau wilayah. Karena itu, non-subsidi bukan bagian tugas kami untuk melaksanakan pengawasan,” ucap Mahfudz.
Ia menjelaskan bahwa tugasnya adalah mengawasi barang pemerintah yang diberikan kepada masyarakat bersubsidi telah tersalurkan sesuai peruntukannya.
“Tugas kami mengawasi barang-barang pemerintah yang diberikan kepada masyarakat bersubsidi, sesuai kah, tersalurkan sesuai,” lanjut Mahfudz.
Dia menjelaskan, LPG non-subsidi diperuntukan kebutuhan masyarakat sesuai yang harus dianjurkan memakai LPG non-subsidi dengan ketentuannya.
“LPG non subsidi kebutuhan masyarakat sesuai dengan peruntukannya yang boleh harus dianjurkan memakai LPG non-subsidi ada ketentuannya,” terangnya.
Diketahui melalui laman resmi PT Pertamina (Persero), harga jual LPG non-subsidi rumah tangga di tingkat agen terhitung mulai tanggal (TMT) 10 Juli 2022.
Di setiap agen daerah seluruh Indonesia, Bright Gas 12 kg dan Bright Gas 5,5 kg tingkat kenaikan harga berbeda menyesuaikan daerah, ditambah dengan biaya ongkos kirim.
Harga jual di tingkat agen di luar radius 60 km dari lokasi filling plant adalah harga jual di tingkat agen. Untuk Jawa Tengah, Bright Gas 5,5 kg seharga Rp 100.000 dan Bright Gas atau elpiji 12 kg seharga Rp 213.000.
Kenaikan tersebut seiring pengumuman penyesuaian banderol Liquified Petroleum Gas (LPG) non-subsidi atau Non-Public Service Obligation (NPSO). (*)