Rembangnews.com – Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Semarang meminta petugas kesehatan maupun Puskesmas untuk mengantisipasi adanya Leptospirosis di musim penghujan ini.
Pasalanya sepanjang bulan Januari hingga awal Maret 2023, tercatat ada 18 kasus Leptospirosis. Dimana 5 diantaranya meninggal dunia.
Menurut penjelasan Moh Abdul Hakam selaku Kepala Dinkes Kota Semarang, kasus tersebut paling banyak terjadi di daerah Semarang Utara dan Pedurungan.
Pihaknya pun telah meminta petugas Puskesmas untuk melakukan surveilan aktif tiga pekan pasca banjir dan rob terjadi di wilayah kerjanya.
“Kita tidak boleh pasif hanya nunggu pasien datang (ke Puskesmas) dengan demam, kuning matanya, nyeri betis. Itu adalah ciri khas pasien Leptospirosis. Itu menurut saya sudah terjadi keterlambatan (penanganan),” ujar Hakam.
Surveilan aktif tersebut dilakukan tidak hanya untuk melakukan pengecekan Leptospirosis, namun juga penyakit lain yang kemungkinan menjangkit saat musim hujan tiba. Aktivitas tersebut dilakukan bersama tim dari masing-masing bidang.
Saat ditemukan pasien yang demam, maka skrining awal pun perlu dilakukan agar dapat diketahui penyakit apa yang diderita.
Pada kasus pasien yang meninggal dunia akibat Leptospirosis yang ditemukan Dinkes, ternyata memililki penyakit penyerta.
“Yang meninggal ternyata juga punya komorbid lain, diabetes. Jumlah bakteri terlalu tinggi sehingga masuk ke organ-organ vital. Kemudian, antibodi sendiri yang lemah, akhirnya tidak bisa mengatasi bakteri tinggi masuk ke organ vital. Bakteri lepto sering ke gijal, jantung, paru,” jelas Hakam.
Selain upaya dari petugas, pihaknya juga mengimbau masyarakat untuk melakukan operasi tangkap tikus. Hal ini untuk mengurangi populasi tikus got yang memiliki kandungan bakteri Leptospirosis tinggi.
“Yang sering terpapar adalah orang-orang yang sering papasan sama tikus. Bakteri bisa masuk ke tubuh seseorang melalui luka, kaki tidak pakai alas, tangan. Itu kemudian jadi tempat masuk,” terangnya. (*)