Rembang, Rembangnews.com – Tradisi Gulat Pathol Kabupaten Rembang awalnya digunakan untuk menyeleksi prajurit pada zaman dahulu.
Namun hingga kini, tradisi tersebut masih dilestarikan dan menjadi sebuah pertunjukkan. Biasanya tradisi ini ditampilkan bersama dengan iringan alat musik. Iringan musik yang digunakan biasanya kendang, gamelan.
Sebagaimana namanya, Gulat Pathol menampilkan dua orang yang saling adu gulat kekuatan fisik. Biasanya mereka hanya mengenakan celana pendek dengan sabuk kain putih yang diikatkan di pinggang.
Para peserta gulat akan saling mendorong dan bisa saling membanting. Sedangkan pukulan atau tendangan dilarang. Gulat Pathol ini khas Kabupaten Rembang dan masih lestari di area Rembang timur. Tepatnya di wilayah kecamatan Sarang dan sekitarnya.
Seperti pertandingan profesional, gulat ini juga diawasi oleh wasit. Setiap ada satu pemain yang jatuh, maka permainan dihentikan sejenak.
Danang Swastika dari Forum Komunikasi Masyarakat Sejarah (Fokmas) Lasem mengungkapkan bahwa Gulat Pathol erat kaitannya dengan tokoh yang bernama Pangeran Santi Yoga, putra dari Empu Santi Badra dan Dewi Sukati. Ia putra ke tujuh dari 10 bersaudara.
Pangeran Santi Yoga dulu membantu kakaknya yang bernama Pangeran Santi Puspa dalam mengurusi kapal-kapal yang ada di Pelabuhan Kiringan. Pada masa itu, lokasi ini merupakan pelabuhan khusus untuk militer.
Kala itu, Pangeran Santi Yoga bertugas merekrut pasukan militer. Salah satunya melalui metode Gulat Pathol. Siapa yang menang akan masuk dinas kemiliteran yang ada di Lasem masa itu.
Kata Danang, Pangeran Santi Yoga menjadi tokoh Gulat Pathol mulai dari peskisir desa Punjulharjo, Kecamatan Rembang sampai wilayah Kecamatan Sarang. Sehingga dikenal sebagai Bapak Pathol Rembang. (*)