Rembangnews.com – Konten kreator dan aktivis sosial Ferry Irwandi angkat bicara terkait sorotan tajam yang ia terima akibat isu dugaan pelecehan seksual di lokasi bencana di Sumatera.
Ferry menegaskan bahwa dirinya menjadi korban fitnah yang disebarkan secara serentak dengan narasi yang seragam di berbagai platform media sosial dan media daring.
Melalui unggahan di akun Instagram pribadinya pada Senin (8/12), Ferry menepis tuduhan bahwa dirinya mempolitisasi bencana atau menyebarkan ketakutan tanpa verifikasi.
Ia menegaskan bahwa tuduhan tersebut sama sekali tidak mencerminkan konten yang ia buat maupun tujuan kebaikan dari aktivitasnya di lapangan.
“Hari ini serentak saya difitnah oleh banyak orang dengan narasi yang sama… Selama ini saya tidak peduli, tapi untuk yang ini sudah keterlaluan,” tulis Ferry dalam klarifikasinya.
Pernyataan ini menjadi respons langsung terhadap gelombang pemberitaan yang menyorot dirinya secara negatif.
Klarifikasi Ferry Irwandi
Dalam klarifikasinya, Ferry menyampaikan dua poin penting:
- Tidak Menuduh Pemerintah
Ferry menegaskan bahwa ia tidak pernah menyatakan pemerintah menutup mata terhadap bencana. Semua informasi terkait penanganan bencana, menurut Ferry, menunjukkan kolaborasi baik antara relawan, NGO, Pemerintah Pusat, Pemda, TNI, dan Polri. - Asal Muasal Isu Sensitif
Menurut Ferry, isu dugaan pelecehan seksual atau kasus horor di lokasi bencana muncul spontan dari penelepon dalam sesi live streaming penggalangan dana seminggu lalu. “Sama sekali tidak pernah dinarasikan seperti yang tertulis di media. Teman-teman media yang menulis berita ini, mohon klarifikasi dan verifikasinya,” tulis Ferry. Ia menegaskan bahwa informasi tersebut tidak berasal dari konten khusus yang ia buat dan tidak pernah dimaksudkan untuk menjadi headline media.
Ferry juga menekankan bahwa situasi di lapangan saat ini kondusif, dengan koordinasi yang baik antara berbagai pihak terkait. Ia meminta agar media memverifikasi ulang informasi sebelum memberitakan isu sensitif agar tidak menimbulkan kepanikan atau persepsi yang salah di publik.
Reaksi Publik dan Pakar
Sebelumnya, beberapa media memberitakan tuduhan yang melibatkan Ferry, sehingga menuai kecaman dari berbagai pihak. Pakar Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul, Syurya Muhammad Nur, menilai penyampaian isu pelecehan seksual di lokasi bencana melalui konten publik harus dilakukan dengan hati-hati dan beretika.
“Penyampaian isu pelecehan seksual di lokasi bencana yang disebarkan lewat konten oleh Ferry ini tanpa verifikasi memadai dan berpotensi melukai psikologis korban,” kata Syurya pada Senin (8/12/2025). Ia menekankan bahwa ruang publik saat bencana harusnya diisi edukasi, empati, dan informasi yang bermanfaat, bukan eksploitasi isu sensitif untuk kepentingan narasi tertentu.
Senada dengan Syurya, Direktur Eksekutif Veritas Institut, Aldi Tahir, juga memberikan peringatan keras terkait dampak penyebaran informasi yang belum terverifikasi. Ia menekankan risiko reviktimisasi atau trauma kedua bagi korban jika isu pelecehan seksual disebarkan tanpa data resmi.
“Isu pelecehan seksual adalah persoalan serius. Jika disampaikan tanpa data resmi dan verifikasi yang jelas, narasi seperti itu sangat berisiko melukai korban untuk kedua kalinya,” ujar Aldi pada Minggu (7/12/2025).
Permintaan Klarifikasi dan Fokus Penanganan Bencana
Menyikapi kontroversi ini, Ferry Irwandi meminta agar media yang memberitakan tuduhan tersebut menurunkan berita atau melakukan klarifikasi. Tujuannya untuk mengembalikan fokus pada upaya penanganan bencana yang sedang berlangsung di Sumatera, termasuk distribusi bantuan, evakuasi korban, dan rehabilitasi wilayah terdampak.
“Di tengah bencana yang masih membutuhkan perhatian penuh, informasi yang salah atau hoaks hanya mengalihkan fokus dari hal-hal yang lebih penting, seperti keselamatan warga dan koordinasi penanganan di lapangan,” ujar Ferry.
Selain itu, Ferry berharap masyarakat lebih bijak dalam menyaring informasi di media sosial dan media daring. Ia menekankan bahwa setiap individu harus mengecek sumber berita sebelum mempercayai atau menyebarkannya, apalagi terkait isu sensitif seperti pelecehan seksual.
Kasus ini menjadi pengingat bagi publik dan media bahwa pemberitaan isu sensitif, terutama di tengah bencana, harus dilakukan dengan hati-hati, berdasarkan verifikasi fakta, dan berorientasi pada edukasi serta perlindungan korban.
Ferry Irwandi kini fokus meluruskan fakta dan mengembalikan perhatian masyarakat pada penanganan bencana yang sedang berlangsung, menekankan kolaborasi antara pemerintah, relawan, dan masyarakat untuk pemulihan yang lebih cepat dan aman.
Dengan klarifikasi ini, diharapkan publik memahami konteks sebenarnya dan menjaga empati terhadap korban bencana, serta tidak terjebak dalam narasi yang salah atau hoaks.







