Rembang, Rembangnews.com – Produksi komoditas kedelai lokal di Kabupaten Rembang masih belum bisa mencukupi kebutuhan masyarakat setempat. Hal ini disebabkan karena semakin berkurangnya luas tanaman kedelai setiap tahunnya.
Agus Iwan Haswanto, Kepala Dintanpan Rembang mencatat, luasan lahan kedelai di Rembang saat ini tinggal 250 hektaran. Para petani lebih memilih beralih ke komoditas yang mempunyai nilai jual lebih tinggi seperti kacang hijau.
“Kedelai agak minus karena memang lahan kita 250 hektar saja sehingga ini yang memang masih kita dorong petaninya ,” kata Agus saat ditemui di kantornya.
Tidak hanya di Rembang, turunnya produksi kedelai juga dirasakan hampir di seluruh Kabupaten/kota se Jawa tengah. Bahkan untuk kota yang menjadi sentral kedelai seperti Grobogan, Blora, Pati, Wonogiri, dan Banyumas.
Agus mengaku, berbagai cara sudah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Rembang demi meningkatkan produksi kedelai lokal. Mulai dari pemberian benih gratis hingga menyediakan pengepul. Namun diakuinya, usaha tersebut belum bisa optimal.
Hal ini disebabkan karena stabilitas harga kedelai yang sekarang dinilai belum bisa terjaga atau dengan kata lain belum menguntungkan para petani.
Harga kedelai lokal yang tak kunjung tinggi, juga membuat para rekanan atau pengepul enggan membeli kedelai petani lokal.
“Kita pernah komunikasikan dan buat kesepakatan dengan mitra berkontrak. Tapi mereka masih ragu Untuk berkontrak dengan harga sekian masih ragu,” katanya.
Agus menjelaskan, ketersediaan kedelai di Rembang cukup krusia,l lantaran tempe dan tahu masih diproduksi setiap hari. Guna memenuhi kebutuhan tersebut, saat ini kebutuhan kedelai mayoritas dipenuhi dari keran Impor.
“Keran impor itu wewenang dari pemerintah pusat yang kita andalkan itu. Kalau kondisi produksi kita masih terbatas. Pengusaha tempe kan butuh bahan baku,” tandas Agus. (*)