Kisah Veteran Rembang Pertaruhkan Hidup untuk Rebut Wilayah Irian Barat

Rembang, Rembangnews.comSalah satu veteran Kabupaten Rembang yang saat ini masih hidup adalah Masdjudi (84), warga Desa Sumberjo, Kecamatan Rembang.

Masih dalam momen peringatan Kemerdekaan ke-79 Republik Indonesia ini, ia menceritakan sedikit kisah pejuangannya dalam mempertahankan kedaulatan Indonesia.

Dahulu, ia merupakan bagian dari Angkatan Udara Republik Indonesia pada tahun 1960, tepat sebelum pecahnya konflik dengan Belanda untuk merebut Irian Barat pada 1961.

Ia pun menjadi saksi masa-masa perebutan Irian Barat dan konfrontasi dengan Malaysia. Ia menjadi veteran Trikora dan Dwikora, dua operasi militer besar yang berlangsung pada awal 1960-an.

“Kalau saya veteran perjuangan pada saat Trikora dan Dwikora,” ujarnya.

Baca Juga :   Jateng Fair 2024, Rembang Turut Promosi

Dalam Operasi Trikora, ia turut andil dalam mengambil alih wilayah Nugini Belanda. Dimana saat itu, kekuatan gabungan dari darat, laut, dan udara semuanya dikerahkan.

Pesawat Hercules yang mengangkut Komando Pasukan Gerak Cepat (Kopasgat) saat itu pun harus menghadapi risiko tinggi. Hidup dan mati mereka pun dipertaruhkan karena beberapa pesawat jatuh.

“Untuk merebut Irian Barat itu tidak main-main, lewat darat tidak mungkin masuk, lewat laut berat karena dipasang ranjau, lewat udara menelan korban. Hercules pertama habis, Hercules kedua tinggal satu dua orang, Hercules ketiga hilang itu pesawat dan seluruh penumpang. Hercules keempat masuk baru dinyatakan aman itu. Kalau pengorbanan ya jangan ditanya,” ujarnya bercerita.

Baca Juga :   Banjir di Rembang Menelan Kerugian Lebih dari Rp1 Miliar

Tak hanya berjuang di Trikora, ia juga berjuang dalam konfrontasi Indonesia-Malaysia tahun 1963. Saat itu ia bertugas di perbatasan Riau.

Perjuangan pun harus ia lalui termasuk melakukan baku tembak dengan musuh. Ia bahkan hampir meninggal terkena peluru. Beruntung peluru yang ditembakkan musuh hanya menggores helm baja yang ia kenakan.

“Kalau angkatan darat sekali ganti langsung satu Batalion, kita tidak ada gantinya. Kita orangnya pas. Kalau mati satu ya sudah, orang kedua harus bisa gantiin tugas yang meninggal. Cukup sengsara saat itu, saya sambil pendidikan jadi sambil belajar. Tidur cuma 1-2 jam,” jelasnya.

Konflik pun berakhir usai Presiden Soekarno digulingkan pada 1966. Ia pun mengaku merasa bersyukur karena masih bisa selamat di kala banyak rekannya yang gugur.

Baca Juga :   Sebanyak 882 Anggota PPS Rembang Siap Bertugas di Pilkada 2024

Sebagai pejuang, ia pun berpesan kepada para generasi muda agar tak hanya mengandalkan pengetahuan dari sekolah saja. Namun ia juga meminta para anak muda agar terus mengasah kreativitasnya agar dapat memiliki nilai lebih.

“Tidak bisa kita mengandalkan hanya dari sekolah. Kalau pintar cuma pintar saja, tapi kalau kita kreatif bisa untuk hidup (memenuhi kebutuhan),” tandasnya. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *