Disnaker Semarang Catat Kasus PHK Capai 1.750 Pekerja

Rembangnews.com Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Semarang mencatat kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) mencapai 1.750 kasus per April 2025.

PHK tersebut terjadi diantarnya karena efisiensi yang menyebabkan kerugian sebanyak 58 kasus, efisiensi pencegahan kerugian sebanyak 98 kasus, dan yang terbanyak adalah kasus PHK karena pailit PT Sri Rejeki Isman Tbk (Stirex) sebanyak 1.207 kasus.

“PHK ini bukan karena apa atau suatu masalah, tetapi terbanyak disebabkan karena pailit,” ujar Kepala Disnaker Kota Semarang, Sutrisno.

Kemudian ada juga kasus pelanggaran sebanyak 17 kasus, penggabungan perusahaan 1 kasus, dan perpindahan perusahaan ada 369 kasus.

Masalah PHK Sritex, pihaknya telah berkoordinasi dengan serikat pekerja, BPJS Ketenagakerjaan, dan Himpunan Bank Negara (Himbara) untuk mengatasinya.

Baca Juga :   Dinperinaker Rembang Berupaya Antisipasi Potensi Terjadinya PHK

“Alhamdulillah dari jumlah sekian itu kami berunding bagaimana supaya hak-hak mereka itu tentang jaminan kehilangan pekerjaan (JKP) dan jaminan hari tua (JHT) kami koordinasi betul, sehingga alhamdulillah dari jumlah 1.200-an itu dapat kami selesaikan dalam waktu hampir 20 hari, di mana tiap hari ada 60 orang,” jelasnya.

Kemudian ada juga kasus perusahaan yang pindah kepemilikan dan lokasi, seperti ke Grobogan, Jepara, dan Ungaran.

“Bukan karena UMR. Pengusaha sudah sadar bahwa UMR yang baik menunjukkan kualitas perusahaan yang bagus, produksinya tinggi, serta daya saing pekerjanya tinggi,” jelasnya.

Kasus PHK diantaranya mayoritas berasal dari industri garmen. Hal itu karena persaingan dengan negara lain yang menawarkan biaya produksi yang lebih murah.

Baca Juga :   Kompetisi Idea Jateng 2025 Resmi Diluncurkan

Upaya mengatasinya, Disnaker Kota Semarang menjalankan program pelatihan untuk generasi muda dan bidang usaha baru.

“Kami berharap agar masyarakat dapat berkomunikasi dengan pihak kelurahan untuk mengusulkan pelatihan di tahun berikutnya,” jelasnya.

Sayangnya anggaran untuk menjalankan program ini terbatas. Dimana hanya dapat menampung 60-90 orang dalam satu tahun.

“Kami banyak dari dana APBN. Tapi kena revisi juga, turun. Sebelumnya yang mencapai Rp1 miliar, sekarang hanya dapat sekitar Rp800 juta,” jelasnya. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *