Rembang, Rembangnews.com – Sekolah Lapangan Gempa Bumi dan Tsunami digelar di Kabupaten Rembang pada hari ini Kamis (16/10/2025).
Kegiatan digelar oleh Stasiun Geofisika Banjarnegara di Lantai 4 Sekretariat Daerah (Setda) Kabupaten Rembang.
Kegiatan ini bertujuan meningkatkan pemahaman serta kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi potensi bencana gempa bumi dan tsunami.
Sebanyak 55 peserta mengikuti kegiatan tersebut, terdiri atas unsur BPBD, pemadam kebakaran, aparat keamanan, relawan kebencanaan, guru, pemangku kepentingan terkait, dan perwakilan masyarakat. Mereka mendapatkan pembekalan mengenai mekanisme peringatan dini BMKG, cara membaca peta rawan bencana, hingga praktik evakuasi yang benar.
Direktur Gempabumi dan Tsunami BMKG dr. Daryono mengungkapkan bahwa Kabupaten Rembang termasuk kawasan aktif gempa karena dikelilingi beberapa sesar aktif, terutama Sesar Lasem.
“Yang paling dekat dengan Rembang ini adalah sesar Pati atau sering disebut juga sesar Lasem. Para ahli sepakat sesar Lasem ini aktif dan patut diwaspadai,” ujarnya.
Daryono menjelaskan, Sesar Lasem memiliki potensi gempa hingga 6,5 skala Richter (SR), lebih besar dibanding gempa Yogyakarta tahun 2006 yang berkekuatan 6,4 SR dan menewaskan hampir 6.000 orang.
Selain itu, wilayah Rembang juga berdekatan dengan Sesar Purwodadi, Blora, Semarang, dan Muria, yang seluruhnya dikategorikan aktif berdasarkan pemantauan 40 sensor BMKG di Jawa Tengah.
“Sesar Muria memiliki potensi maksimum 6,2 SR, Semarang 6,5 SR, dan Purwodadi bahkan bisa mencapai 6,7 SR,” jelasnya.
Ia menegaskan, gempa bersifat low frequency, high impact, artinya jarang terjadi namun berdampak besar. Karena itu, masyarakat tidak boleh lengah hanya karena belum pernah mengalami gempa besar.
“Selama ada sumber gempanya, kita harus tetap waspada. Sesar Lasem ini aktif, jadi kesiapsiagaan itu mutlak,” tegasnya.
Pihaknya berharap melalui kegiatan ini, masyarakat dan pemangku kepentingan di Rembang semakin teredukasi dalam menghadapi ancaman bencana.
“Kita tidak berharap bencana itu terjadi, tapi kita harus siap. Filosofinya adalah menekan korban jiwa melalui pengetahuan dan kesiapsiagaan,” imbuhnya.
Sementara itu, Plt. Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Setda Rembang Dwi Wahyuni Hariyati menilai, sekolah lapangan ini merupakan langkah nyata BMKG dalam membangun kesadaran dan budaya sadar bencana di masyarakat.
“Bencana memang tidak bisa dihindari, tetapi risikonya bisa diminimalkan dengan pengetahuan, kesiapan, dan tindakan yang tepat,” ujarnya.
Ia juga mengajak seluruh peserta untuk memanfaatkan kegiatan ini sebagai sarana belajar dan berbagi ilmu mitigasi kebencanaan.
“Semoga ilmu yang diperoleh dapat disebarluaskan kepada keluarga dan masyarakat luas, sehingga terbentuk jejaring masyarakat yang peduli dan siap siaga terhadap bencana,” pungkasnya. (*)