Rembang, Rembangnews.com – Kasus kawin anak di Kabupaten Rembang mencapai 103 kasus. Seluruh kasus tersebut telah dilakukan verifikasi dan validasi (verval).
Setelah verval, didapati 10 kebutuhan layanan prioritas bagi mereka. Diantaranya meliputi dukungan pendidikan bagi anak putus sekolah, verifikasi ulang status pendidikan terakhir anak, konseling dan pemantauan bagi anak yang batal menikah.
Kemudian pemeriksaan kehamilan, fasilitasi dan pemantauan imunisasi anak dari anak yang menikah, pengembalian anak menikah siri ke sekolah, fasilitasi akses layanan kesehatan reproduksi, verifikasi pencatatan kependudukan anak dari anak yang menikah, dukungan bantuan sosial/ekonomi, serta konseling untuk anak atau keluarga rentan.
Setiap anak yang terlibat dalam perkawinan dini dapat memiliki lebih dari satu kebutuhan layanan. Sekretaris Bappeda Kabupaten Rembang, Agung Ratih Kusumawardani mengatakan bahwa dari 103 kasus kawin anak, sebanyak 79 anak membutuhkan layanan prioritas tersebut.
“Dari hasil itu (verval dan quest conference) diperoleh kesimpulan ada 24 anak tidak memerlukan layanan karena sudah lulus, suaminya sudah bekerja, dan sudah mampu. Tetapi ada 79 anak yang memerlukan 10 layanan,” ujarnya.
Dalam memberikan pemenuhan 10 kebutuhan layanan tersebut, dilakukan pembagian tanggung jawab kepada kepada para OPD di Rembang.
Dimana saat ini ada 59 anak yang menjadi tanggung jawab Dindikpora, 65 anak oleh Dinsos PPKB, 55 anak oleh Kemenag, 52 anak oleh Dinas Kesehatan, 10 anak oleh Dindukcapil, dan 3 anak oleh Dinperinaker.
“Atas hasil RTL (Rencana Tindak Lanjut) itu, kami sampaikan by name by address, dan apa yang harus dilakukan sudah kami informasikan. Kami juga bersepakat melaporkan perkembangannya ke Bappeda sampai akhir Desember,” ujarnya.
Kepala Dinsos PPKB Rembang, Prapto Raharjo mengatakan bahwa penanganan kasus perkawinan anak perlu dilakukan lintas sektoral.
“Ini sangat tergantung dengan kinerja kita saat ini, tidak hanya ditangani oleh dinas sosial saja, tetapi juga oleh dinas pendidikan hingga instansi vertikal. Masa depan anak-anak kita di 2045 untuk Indonesia emas sangat tergantung pada bagaimana kita menangani anak-anak dan remaja kita di tahun ini,” ujarnya. (*)