Rembangnews.com – Seiring dengan masuknya daya baru hingga 7 gigawatt (GW) hingga akhir tahun ini, maka kelebihan pasokan listrik PT PLN (Persero) juga akan bertambah.
Pahala Nugraha Mansury Wakil Menteri BUMN I menjelaskan bahwa tahun 2023 juga akan ada daya baru sekitar 5 GW. Hal ini juga akan menambah kelebihan pasokan listrik.
“Indonesia punya kelebihan dari pasokan listrik cukup besar di luar margin saat ini sudah 30 persen dan akan masuk lagi 7 GW tahun ini, dan tahun depan itu mungkin ada sekitar 5 GW yang akan masuk dalam sistem,” kata Pahala saat acara SOE International Conference & Expo 2022: Driving Sustainable and Inclusive Growth, Minggu (16/10/2022) dilansir dari Bisnis.com.
Pahala menuturkan, kelebihan pasokan listrik ini menjadi dorongan untuk membentuk ekosistem kendaraan listrik nasional guna menyerap limpahan listrik. Selain itu, percepatan program pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbasis batu bara juga dinilai krusial saat ini.
Untuk mendukung komitmen pemadaman operasi pembangkit fosil, ia pun mengharapkan pendanaan dari negara barat hingga lembaga keuangan internasional.
Lalu untuk mengurangi aset fosil yang ada dalam portofolio perusahaan milik negara, Kementerian BUMN membuka peluang bagi PT Bukit Asam Tbk (PTBA) untuk mengambil alih aset pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbasis batu bara milik PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) melalui aksi korporasi.
Cara ini juga dinilai menjadi bentuk komitmen Indonesia untuk segera beralih ke energi bersih saat ini.
“Skemanya sudah disiapkan tapi kan ga bisa jalan kalau cuma ada investor baru dan PLN saja, harus didukung juga dengan green financing yang selama ini dijanjikan oleh negara barat,” ujarnya.
Sebagai informasi, PLN memang diketahui tengah mengupayakan penghentian operasi PLTU berkapasitas 5,5 GW sebelum tahun 2030. Hal ini menjadi cara untuk membuka investasi hijau ke sistem kelistrikan nasional. Jumlah investasi yang dibutuhkan untuk mewujudkan hal itu diperkirakan sebesar US$6 miliar setara dengan Rp89,3 triliun (kurs Rp14.890).
Namun yang menjadi masalah adalah langkah untuk menghentikan PLTU seluruhnya hingga 2050 diperkirakan akan sulit untuk direalisasikan.
Diperkirakan oleh Center for Global Sustainability University of Maryland, kebutuhan dana yang perlu diamankan PLN adalah hingga US$32,1 miliar atau setara Rp475,4 triliun (kurs Rp14.810).
Selain itu, kapasitas serta ekosistem pembangkit EBT juga perlu dinaikkan pihak PLN dengan nilai investasi hingga US$1,2 triliun atau setara Rp17.772 triliun hingga 2050.
“Ini bukan biaya yang kecil kita harus lihat kemampuan fiskal Indonesia seberapa jauh untuk menyerap ini. Siapa yang seharusnya mendanai ini apakah filantropi, multilateral, bilateral atau swasta tertarik untuk ikut masuk,” ujar Sinthya Roesly selaku Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PLN. (*)